Sadarkah kita tanpa kita minta tubuh kita telah berjuang mati matian untuk membantu kita untuk tetap hidup, dan sadarkah kita klo kita ini mahluk lemah yang harus banyak bersujud dan berterima kasih pada Allah yang menciptkan manusia dan fungsi dari semua yang ada pada tubuh kita ini. dan sadarkah kita bahwa tiap hari sel sel dalam tubuh kita berperang melawan musuh musuhnya yang mencoba melemahkan sistem pertahanan tubuh kita.?
Cybermales mencoba ngingetin kita untuk selalu menghargai pemberian Allah SWT dari tubuh kita ini, coba bayangin klo kita yang berjuang sendiri mempertahankan diri tanpa bantuan Sang pencipta, berapa lama kita bisa bertahan hidup didunia ini..?
Beginilah peperangan sel dalam tubuh manusia tiap harinya yang tanpa kita sadari, yang utama dalam sistem pertahanan sistem pertahanan harus mengenali dengan jelas musuhnya sebelum memulai perlawanan,
karena setiap kejadian berbeda satu sama lainnya bergantung pada jenis musuh. Lebih dari itu, jika pengetahuan ini tidak ditangani dengan tepat, sistem pertahanan kita dapat berbalik menyerang sel tubuh sendiri.
Fagosit, yang dikenal sebagai sel pemulung dalam sistem pertahanan, melancarkan aksi pertama.
Mereka bertempur satu lawan satu dengan musuh. Mereka seperti pasukan infantri yang bertempur dengan bayonetnya melawan satuan musuh.
Kadang-kadang fagosit tidak dapat mengatasi jumlah musuh yang terus-menerus bertambah.
Pada tahap ini sel fagosit besar, makrofag, mengambil alih. Kita dapat mengumpamakan makrofag sebagai pasukan kavaleri yang memotong jalan ke tengah musuh. Pada saat yang sama makrofag menyekresikan suatu cairan, yang menyalakan alarm umum untuk meningkatkan suhu tubuh.
Makrofag masih memiliki karakteristik penting lainnya. Saat menangkap dan menelan virus, makrofag merobek bagian tertentu pada virus, yang kemudian dibawanya seperti bendera.
Bendera ini berlaku sebagai tanda dan informasi bagi elemen-elemen lain pada sistem pertahanan.
Kumpulan informasi ini diteruskan kepada sel T penolong, yang menggunakannya untuk mengenali musuh.
Begitu informasi ini sampai, maka tugas pertama yang harus dilakukan adalah segera menyiagakan sel T pembunuh dan merangsangnya untuk memperbanyak diri.
Dalam waktu singkat, sel T pembunuh yang terstimulasi akan menjadi pasukan yang kuat.
Fungsi sel T penolong tidak hanya ini, mereka juga memastikan lebih banyak fagosit didatangkan ke medan perang, sementara mereka mentransfer informasi mengenai musuh kepada limpa dan nodus limfa.
Berikut tahap tahap peperangan dalam sel tubuh manusia :
1. Perang Dimulai
Begitu virus mulai menyerang tubuh, sebagian akan tertangkap bagian antigennya lewat bantuan makrofag kemudian dimusnahkan. Sebagian dari jutaan sel T-penolong yang bergerak dalam peredaran darah memiliki kemampuan untuk "membaca" antigen khusus ini. Sel T khusus ini menjadi aktif apabila berikatan dengan makrofag.
2. Menggalakkan Penggandaan Sel
Begitu diaktivasi, sel T penolong mulai membelah diri. Mereka lalu memperingatkan sel T-pembunuh dan sel B, yang lebih sedikit jumlahnya dan sensitif terhadap virus musuh, agar membelah diri. Ketika jumlah sel B meningkat, sel T-penolong mengiriminya sinyal untuk mulai memproduksi antibodi.
3. Mengalahkan Infeksi
Pada poin ini sebagian virus sudah berhasil berpenetrasi ke dalam sel.
Tempat satu-satunya virus dapat membelah diri adalah sel tubuh. Dengan senyawa kimia yang mereka sekresikan, sel T-penolong mematikan sel yang ditumpangi virus ini dengan cara melubangi membrannya lalu membuang elemen di dalamnya. Dengan demikian mereka mencegah virus dalam sel tersebut bereproduksi.
Dengan menempel langsung di permukaan si virus, antibodi melumpuhkan virus itu dan mencegahnya menyerang sel lain. Terakhir, sel yang terinfeksi dihancurkan dengan bantuan senyawa kimia yang disiapkan sebelum pertempuran.
4. Pascaperang
Setelah perang dimenangi, dan penyakit telah dibasmi, sel T penekan menghentikan keseluruhan sistem penyerbuan. Sel Pengingat dan sel B masih berada dalam aliran darah dan sistem limfatik agar segera teraktivasi jika nanti bertemu lagi dengan virus dari jenis yang sama
Jutaan limfosit beredar di dalam aliran darah dan mengemban tanggung jawab untuk menghancurkan organisme berbahaya yang ada dalam tubuh manusia.
Pada gambar ini Anda bisa melihat sel T-pembunuh (jingga) menyerang sel kanker.
Sel T itu menghancurkan membran pelindung pada sel kanker dengan bantuan enzim asamnya dan menghancurkan sel. Di akhir penyerangan satu-satunya yang bersisa adalah nukleus (inti) sel kanker yang besar, bundar, hampir telanjang.
Jika virus menembus sel, antibodi tidak dapat menangkap virus. Pada tahap ini, sel T pembunuh berperan lagi. Dengan bantuan molekul KSU, ia mengenali virus yang ada di dalam sel, lalu membunuhnya.
Namun kalau virus telah terkamuflase dengan baik dan dapat menghindar dari perhatian sel T pembunuh,
maka "sel pembunuh alamiah", atau disingkat PA datang beraksi. Sel PA membunuh sel yang ditempati virus dan tidak dapat dikenali oleh sel lain.
Setelah perang dimenangkan, sel T penekan menghentikan perang. Meskipun perang telah berakhir, perang tidak akan dilupakan. Sel pengingat telah menyimpan musuh di dalam ingatannya.
Dengan tetap tinggal di dalam tubuh selama bertahun-tahun, sel ini membantu pertahanan menjadi lebih cepat dan lebih efektif jika musuh yang sama menyerang lagi.
Para pahlawan perang ini tidak mendapatkan pelatihan militer. Para pahlawan perang ini bukan manusia yang mampu bernalar. Para pahlawan perang ini adalah sel yang sedemikian kecil sehingga kumpulan jutaan mereka saja masih akan sulit untuk menutupi sebuah titik.
Lagi pula, pasukan yang hebat ini tidak hanya berperang saja. Pasukan ini juga membuat sendiri senjata yang akan digunakannya saat bertempur. Ia membuat semua perencanaan dan strategi perangnya sendiri dan membersihkan medan perang setelah perang selesai. Jika semua proses ini diserahkan pada pengendalian manusia, bukan sel, akankah kita mampu menangani organisasi yang hebat ini ?
Bagaimana Seandainya Peperangan dalam Tubuh Diserahkan pada Pengendalian Manusia?
Kita tidak segera menyadari bahwa virus atau mikroba sedang menyerang tubuh. Hanya jika gejala sakit muncul ke permukaan, barulah kita mengetahuinya. Ini petunjuk bahwa virus, bakteri atau mikroorganisme lainnya telah cukup lama bersarang dalam tubuh. Artinya, intervensi primer gagal. Kondisi tak terperiksa seperti ini memungkinkan penyakit semakin parah, menimbulkan keadaan yang tak dapat dipulihkan. Kendati seseorang hanya terinfeksi oleh penyakit yang relatif ringan dan dapat disembuhkan, respon (tubuh) yang tertunda dapat menyebabkan krisis yang serius atau bahkan kematian.
Sekarang bayangkan koordinasi dan pengendalian unsur-unsur sistem pertahanan, strategi berikutnya yang akan dikembangkan dan dilaksanakan, pengawasan perangnya sendiri, semuanya diserahkan kepada manusia. Kesulitan macam apa yang akan dihadapi?
Anggaplah gejala awalnya dapat didiagnosis dengan efektif. Ketika sel asing memasuki tubuh, sel prajurit segera harus diproduksi lalu dikirimkan ke tempat kejadian. Sel B harus segera memproduksi senjata (antibodi). Bagaimanakah kita menentukan jenis dan lokasi sel asing ini? Tahapan ini penting karena mendasari perlakuan selanjutnya.
Untuk melakukan hal ini, solusi satu-satunya adalah orang tersebut harus melakukan pemeriksaan kesehatan yang meliputi semua organ dalam tubuhnya sampai ke setiap tetes darahnya dengan dugaan terkecil sekali pun, bahwa musuh telah memasuki tubuh. Kalau tidak, maka tidaklah mungkin untuk menentukan jenis dan lokasi antigen. Waktu panjang yang dibutuhkan untuk melakukan proses ini tentu saja akan menyebabkan amat tertundanya intervensi yang tepat waktu. Terbukti betapa rumit dan sulitnya kehidupan manusia kalau harus pergi ke dokter hanya untuk pemeriksaan terhadap adanya infeksi saja.
Anggaplah intervensi tepat waktu dimungkinkan dan jenis serta lokasi antigen dapat dikenali dengan tepat. Bergantung kepada jenis musuh, terlebih dahulu fagosit harus diaktifkan. Bagaimana cara mengarahkan fagosit agar segera menuju lokasi yang tepat? Jenis pesan seperti apa yang dapat membantu fagosit mencapai lokasi musuh dengan mudah? Anggaplah yang tak mungkin menjadi mungkin.
Lalu tiba saatnya untuk mengetahui apakah fagosit telah menang perang atau tidak, karena hal itu akan menentukan apakah makrofag akan diluncurkan atau peperangan akan diakhiri. Tak pelak lagi, satu-satunya solusi yang memungkinkan adalah kembali ke dokter untuk melakukan pemeriksaan menyeluruh. Kalau peperangan belum dimenangkan, kekuatan se-under, yaitu makrofag, harus dikirimkan ke tempat kejadian. Sementara itu, waktu yang diperlukan untuk pemeriksaan berjalan melawan kehendak kita.
Tanpa kehilangan waktu sedikit pun makrofag mestinya merobek musuh dan memperingatkan sel T penolong. Selanjutnya sel T penolong memperingatkan sel T pembunuh, sehingga memicu perjuangan lain. Sel ini juga harus diperiksa apakah mereka sukses atau tidak - untuk itu lagi-lagi bantuan dokter dibutuhkan - kemudian sel PA harus dipanggil untuk membantu. Setelah pemeriksaan akhir, akan ditentukan apakah sistem pertahanan telah efektif dalam mengalahkan infeksi.
Kalaupun hanya satu yang harus dikendalikan manusia, hanya sistem pertahanan tanpa yang lainnya, dia harus terlibat dalam proses yang sulit dan kompleks. Terserang pilek saja akan membuat seseorang berkali-kali ke dokter, melanjutkan proses penyembuhan dalam sel dengan peralatan medis canggih, dan mengarahkannya sesuai kebutuhan. Penundaan kecil saja atau satu masalah yang dijumpai selama proses akan berakibat penyakit menjadi lebih parah.
Bagaimana jika manusia yang harus membentuk sel-sel ini, membuat mereka mengenali musuh dan memproduksi antibodi yang sesuai, lalu mengajari dan mengatur semua proses yang akan mereka jalankan.... Tak ayal lagi hidup akan menjadi jauh lebih rumit dan sulit dibandingkan dengan model yang tadi telah dijelaskan. Secara harfiah dapat dikatakan tidak mungkin.
Allah telah menjauhkan beban ini dari manusia, menciptakan sistem tak bercacat untuk bekerja dengan cara yang sangat rapi dan independen dari yang pernah terbayangkan. Sama seperti hal lain di alam semesta, sistem pertahanan kita juga telah mematuhi tujuan penciptaannya untuk menjadi elemen kehidupan yang kritis dan sangat diperlukan:
"Dan patuh kepada Tuhannya, dan sudah semestinya langit itu patuh" (QS. Al Insyiqaaq, 84: 2)
Cybermales mencoba ngingetin kita untuk selalu menghargai pemberian Allah SWT dari tubuh kita ini, coba bayangin klo kita yang berjuang sendiri mempertahankan diri tanpa bantuan Sang pencipta, berapa lama kita bisa bertahan hidup didunia ini..?
Beginilah peperangan sel dalam tubuh manusia tiap harinya yang tanpa kita sadari, yang utama dalam sistem pertahanan sistem pertahanan harus mengenali dengan jelas musuhnya sebelum memulai perlawanan,
karena setiap kejadian berbeda satu sama lainnya bergantung pada jenis musuh. Lebih dari itu, jika pengetahuan ini tidak ditangani dengan tepat, sistem pertahanan kita dapat berbalik menyerang sel tubuh sendiri.
Fagosit, yang dikenal sebagai sel pemulung dalam sistem pertahanan, melancarkan aksi pertama.
Mereka bertempur satu lawan satu dengan musuh. Mereka seperti pasukan infantri yang bertempur dengan bayonetnya melawan satuan musuh.
Kadang-kadang fagosit tidak dapat mengatasi jumlah musuh yang terus-menerus bertambah.
Pada tahap ini sel fagosit besar, makrofag, mengambil alih. Kita dapat mengumpamakan makrofag sebagai pasukan kavaleri yang memotong jalan ke tengah musuh. Pada saat yang sama makrofag menyekresikan suatu cairan, yang menyalakan alarm umum untuk meningkatkan suhu tubuh.
Makrofag masih memiliki karakteristik penting lainnya. Saat menangkap dan menelan virus, makrofag merobek bagian tertentu pada virus, yang kemudian dibawanya seperti bendera.
Bendera ini berlaku sebagai tanda dan informasi bagi elemen-elemen lain pada sistem pertahanan.
Kumpulan informasi ini diteruskan kepada sel T penolong, yang menggunakannya untuk mengenali musuh.
Begitu informasi ini sampai, maka tugas pertama yang harus dilakukan adalah segera menyiagakan sel T pembunuh dan merangsangnya untuk memperbanyak diri.
Dalam waktu singkat, sel T pembunuh yang terstimulasi akan menjadi pasukan yang kuat.
Fungsi sel T penolong tidak hanya ini, mereka juga memastikan lebih banyak fagosit didatangkan ke medan perang, sementara mereka mentransfer informasi mengenai musuh kepada limpa dan nodus limfa.
Berikut tahap tahap peperangan dalam sel tubuh manusia :
1. Perang Dimulai
Begitu virus mulai menyerang tubuh, sebagian akan tertangkap bagian antigennya lewat bantuan makrofag kemudian dimusnahkan. Sebagian dari jutaan sel T-penolong yang bergerak dalam peredaran darah memiliki kemampuan untuk "membaca" antigen khusus ini. Sel T khusus ini menjadi aktif apabila berikatan dengan makrofag.
2. Menggalakkan Penggandaan Sel
Begitu diaktivasi, sel T penolong mulai membelah diri. Mereka lalu memperingatkan sel T-pembunuh dan sel B, yang lebih sedikit jumlahnya dan sensitif terhadap virus musuh, agar membelah diri. Ketika jumlah sel B meningkat, sel T-penolong mengiriminya sinyal untuk mulai memproduksi antibodi.
3. Mengalahkan Infeksi
Pada poin ini sebagian virus sudah berhasil berpenetrasi ke dalam sel.
Tempat satu-satunya virus dapat membelah diri adalah sel tubuh. Dengan senyawa kimia yang mereka sekresikan, sel T-penolong mematikan sel yang ditumpangi virus ini dengan cara melubangi membrannya lalu membuang elemen di dalamnya. Dengan demikian mereka mencegah virus dalam sel tersebut bereproduksi.
Dengan menempel langsung di permukaan si virus, antibodi melumpuhkan virus itu dan mencegahnya menyerang sel lain. Terakhir, sel yang terinfeksi dihancurkan dengan bantuan senyawa kimia yang disiapkan sebelum pertempuran.
4. Pascaperang
Setelah perang dimenangi, dan penyakit telah dibasmi, sel T penekan menghentikan keseluruhan sistem penyerbuan. Sel Pengingat dan sel B masih berada dalam aliran darah dan sistem limfatik agar segera teraktivasi jika nanti bertemu lagi dengan virus dari jenis yang sama
Jutaan limfosit beredar di dalam aliran darah dan mengemban tanggung jawab untuk menghancurkan organisme berbahaya yang ada dalam tubuh manusia.
Pada gambar ini Anda bisa melihat sel T-pembunuh (jingga) menyerang sel kanker.
Sel T itu menghancurkan membran pelindung pada sel kanker dengan bantuan enzim asamnya dan menghancurkan sel. Di akhir penyerangan satu-satunya yang bersisa adalah nukleus (inti) sel kanker yang besar, bundar, hampir telanjang.
Jika virus menembus sel, antibodi tidak dapat menangkap virus. Pada tahap ini, sel T pembunuh berperan lagi. Dengan bantuan molekul KSU, ia mengenali virus yang ada di dalam sel, lalu membunuhnya.
Namun kalau virus telah terkamuflase dengan baik dan dapat menghindar dari perhatian sel T pembunuh,
maka "sel pembunuh alamiah", atau disingkat PA datang beraksi. Sel PA membunuh sel yang ditempati virus dan tidak dapat dikenali oleh sel lain.
Setelah perang dimenangkan, sel T penekan menghentikan perang. Meskipun perang telah berakhir, perang tidak akan dilupakan. Sel pengingat telah menyimpan musuh di dalam ingatannya.
Dengan tetap tinggal di dalam tubuh selama bertahun-tahun, sel ini membantu pertahanan menjadi lebih cepat dan lebih efektif jika musuh yang sama menyerang lagi.
Para pahlawan perang ini tidak mendapatkan pelatihan militer. Para pahlawan perang ini bukan manusia yang mampu bernalar. Para pahlawan perang ini adalah sel yang sedemikian kecil sehingga kumpulan jutaan mereka saja masih akan sulit untuk menutupi sebuah titik.
Lagi pula, pasukan yang hebat ini tidak hanya berperang saja. Pasukan ini juga membuat sendiri senjata yang akan digunakannya saat bertempur. Ia membuat semua perencanaan dan strategi perangnya sendiri dan membersihkan medan perang setelah perang selesai. Jika semua proses ini diserahkan pada pengendalian manusia, bukan sel, akankah kita mampu menangani organisasi yang hebat ini ?
Bagaimana Seandainya Peperangan dalam Tubuh Diserahkan pada Pengendalian Manusia?
Kita tidak segera menyadari bahwa virus atau mikroba sedang menyerang tubuh. Hanya jika gejala sakit muncul ke permukaan, barulah kita mengetahuinya. Ini petunjuk bahwa virus, bakteri atau mikroorganisme lainnya telah cukup lama bersarang dalam tubuh. Artinya, intervensi primer gagal. Kondisi tak terperiksa seperti ini memungkinkan penyakit semakin parah, menimbulkan keadaan yang tak dapat dipulihkan. Kendati seseorang hanya terinfeksi oleh penyakit yang relatif ringan dan dapat disembuhkan, respon (tubuh) yang tertunda dapat menyebabkan krisis yang serius atau bahkan kematian.
Sekarang bayangkan koordinasi dan pengendalian unsur-unsur sistem pertahanan, strategi berikutnya yang akan dikembangkan dan dilaksanakan, pengawasan perangnya sendiri, semuanya diserahkan kepada manusia. Kesulitan macam apa yang akan dihadapi?
Anggaplah gejala awalnya dapat didiagnosis dengan efektif. Ketika sel asing memasuki tubuh, sel prajurit segera harus diproduksi lalu dikirimkan ke tempat kejadian. Sel B harus segera memproduksi senjata (antibodi). Bagaimanakah kita menentukan jenis dan lokasi sel asing ini? Tahapan ini penting karena mendasari perlakuan selanjutnya.
Untuk melakukan hal ini, solusi satu-satunya adalah orang tersebut harus melakukan pemeriksaan kesehatan yang meliputi semua organ dalam tubuhnya sampai ke setiap tetes darahnya dengan dugaan terkecil sekali pun, bahwa musuh telah memasuki tubuh. Kalau tidak, maka tidaklah mungkin untuk menentukan jenis dan lokasi antigen. Waktu panjang yang dibutuhkan untuk melakukan proses ini tentu saja akan menyebabkan amat tertundanya intervensi yang tepat waktu. Terbukti betapa rumit dan sulitnya kehidupan manusia kalau harus pergi ke dokter hanya untuk pemeriksaan terhadap adanya infeksi saja.
Anggaplah intervensi tepat waktu dimungkinkan dan jenis serta lokasi antigen dapat dikenali dengan tepat. Bergantung kepada jenis musuh, terlebih dahulu fagosit harus diaktifkan. Bagaimana cara mengarahkan fagosit agar segera menuju lokasi yang tepat? Jenis pesan seperti apa yang dapat membantu fagosit mencapai lokasi musuh dengan mudah? Anggaplah yang tak mungkin menjadi mungkin.
Lalu tiba saatnya untuk mengetahui apakah fagosit telah menang perang atau tidak, karena hal itu akan menentukan apakah makrofag akan diluncurkan atau peperangan akan diakhiri. Tak pelak lagi, satu-satunya solusi yang memungkinkan adalah kembali ke dokter untuk melakukan pemeriksaan menyeluruh. Kalau peperangan belum dimenangkan, kekuatan se-under, yaitu makrofag, harus dikirimkan ke tempat kejadian. Sementara itu, waktu yang diperlukan untuk pemeriksaan berjalan melawan kehendak kita.
Tanpa kehilangan waktu sedikit pun makrofag mestinya merobek musuh dan memperingatkan sel T penolong. Selanjutnya sel T penolong memperingatkan sel T pembunuh, sehingga memicu perjuangan lain. Sel ini juga harus diperiksa apakah mereka sukses atau tidak - untuk itu lagi-lagi bantuan dokter dibutuhkan - kemudian sel PA harus dipanggil untuk membantu. Setelah pemeriksaan akhir, akan ditentukan apakah sistem pertahanan telah efektif dalam mengalahkan infeksi.
Kalaupun hanya satu yang harus dikendalikan manusia, hanya sistem pertahanan tanpa yang lainnya, dia harus terlibat dalam proses yang sulit dan kompleks. Terserang pilek saja akan membuat seseorang berkali-kali ke dokter, melanjutkan proses penyembuhan dalam sel dengan peralatan medis canggih, dan mengarahkannya sesuai kebutuhan. Penundaan kecil saja atau satu masalah yang dijumpai selama proses akan berakibat penyakit menjadi lebih parah.
Bagaimana jika manusia yang harus membentuk sel-sel ini, membuat mereka mengenali musuh dan memproduksi antibodi yang sesuai, lalu mengajari dan mengatur semua proses yang akan mereka jalankan.... Tak ayal lagi hidup akan menjadi jauh lebih rumit dan sulit dibandingkan dengan model yang tadi telah dijelaskan. Secara harfiah dapat dikatakan tidak mungkin.
Allah telah menjauhkan beban ini dari manusia, menciptakan sistem tak bercacat untuk bekerja dengan cara yang sangat rapi dan independen dari yang pernah terbayangkan. Sama seperti hal lain di alam semesta, sistem pertahanan kita juga telah mematuhi tujuan penciptaannya untuk menjadi elemen kehidupan yang kritis dan sangat diperlukan:
"Dan patuh kepada Tuhannya, dan sudah semestinya langit itu patuh" (QS. Al Insyiqaaq, 84: 2)
0 komentar:
Post a Comment